Sampai pada titik "Seperempat Abad"

Jumat, 07 Juni 2013


“Fabiayyialaairobbikumaa tukadibaan; nikmat tuhanmu yang mana yang ingin kau dustakan”

Dulu ketika saya masih berumur belasan tahun, terkadang saya berandai-andai dengan berbagai macam pertanyaan: “Bagaimana gayaku nanti ketika berumur 25 tahun?”saya sudah menjadi apa ketika itu? Apa saya telah menikah pada saat itu dan punya anak-anak yang lucu? Atau melanjutkan pendidikan S2? Atau sudah menjadi pegawai? Atau sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya? Apa saya juga akan mengenakan sandal atau sepatu high heels? Akan selalu memakai riasan wajah ketika bepergian? Akan memakai banyak aksesoris untuk melengkapi penampilan saya? Akan mengenakan tas “ibu-ibu”? apa saya akan menjadi orang yang lebih serius berbicara dari pada bercanda? Pertanyaan andai-andai itu membuatku terkadang berpikir; Seperti apa Orang bisa dikatakan dewasa itu mengapa nampaknya menjadi dewasa itu menakutkan dan serius.

Waktu itu dalam benak saya dan pemikiran saya, gambaran wanita ketika berumur 25 tahun adalah: Dewasa secara penampilan fisik, berpakaian, bertutur kata, pemikiran yang matang dan dapat mengatur emosi dengan lebih baik sehingga semua itu menjadi patokan bahwa wanita ketika berumur 25 tahun sudah “semestinya” Menikah.

Ketika tamat SMA dan memasuki dunia kuliah, saya melihat teman-teman saya mulai mengubah penampilan mereka menjadi dewasa. Dari yang tidak tau berpakaian menjadi paling modis, dari yang tidak tau make-up menjadi paling ahli, dari yang tomboy berubah jadi anggun. Tas ransel diganti dengan tas “ibu-ibu”, sepatu sneakers diganti dengan flat shoes atau high heels yang cantik. Sedangkan saya masih begitu-begitu saja, biasa saja tampil polos apadanya. Saya Cuma focus pada kuliah dan tidak begitu mementingkan apa yang kukenakan,yang penting menutup aurat secara baikdanbenaritu sudah cukup. Waktu kuliah saya jarang ikut jalan-jalan ke Mall atau ngumpul bareng sama teman-teman sekampusku. Saya ke kampus tepat pada waktunya, pulang tepat pada waktunya dan lebih banyak berkumpul sama 3 sahabat kampusku yang memang tidak terlalu sering jalanke Mall. Alhasil setelah selesai kuliah, secara penampilan saya masih begitu-begitu saja, tidak tau bergaya.


Dunia setelah kuliah adalah dunia yang sebenarnya. Ketika saya menjadi Job seeker (Pencari kerja), baru terasa dan saya kemudian paham bahwa memperhatikan penampilan dan make up bagi wanita memang perlu dalam dunia pekerjaan meski tidak semua pekerjaan memberikan persyaratan harus tampil menarik atau memang tidak ditulis dalam persyaratan pekerjaan “Harus bisa make up” tapi setidaknya itu menjadi poin; bahwa kita sebagai pelamar kerja tau menempatkan diri/tau membedakan pakaian/sepatu apa yang pantas dipakai di kantor. Situasi lainnya yang membuat saya belajar bergaya dan make up adalah ketika mulai berdatangan undangan nikah dari teman-teman, ketika saya menjadi asisten dosen, ketika saya kerja dan yang terkhir ketika saya jatuh cinta pada seseorang. Semua hal ini akhirnya membuat saya setidaknya bisa ber makeup. Namun dalam hal penampilan, saya lebih suka yang simple saja. Saya hanya menyesuaikan situasi kapan harus berpakaian formal dan tidak formal. Menjadi apa adanya diriku itu lebih nyaman.

Seiring berjalannya waktu dan begitu banyak proses hidup yang kujalani, beberapa pertanyaan andai-andaiku dulu terjawab pelan-pelan oleh pengalaman hidup yang menempaku sampai pada umur 25 tahun ini. Tapi ada satu pertanyaan yang tidak kudapat jawabannya dari orang-orang dewasa yang pernah kutanya,namun akhirnya kudapatkan sendiri diumurku yang sudah seperempat abad ini ini. selain belajar dari pengalaman sendiri, Secara langsung atau tidak, saya sering mengamati orang disekitar saya, mempelajari hal-hal kecil disekitar saya, melihat berbagai macam karakter orang, mendengar pengalaman hidup orang lain. Dan ternyata; umur tidak bisa jadi di tolak ukur kedewasaan seseorang; penampilan pun tidak; orang yang dewasa itu juga bukan berarti selalu serius menyikapi semua hal,orang dewasa itu juga bukan mereka yang tau menasehati orang lain.orang dewasa juga bukan mereka yang banyak pengalaman. Bagiku, dewasa itu dilihat dari bagaimana kita menyikapi apa saja yang terjadi dalam hidup kita, terencana atau yang tak pernah terencana sekalipun.

Alhamdulilah, kini diusiaku yang sudah seperempat abad, saya sudah bisa membiayai hidupku sendiri dengan hasil keringatku. Penghasilan yang kudapat bisa kutabung, bisa kuberikan pada orang tua dan adekku dan bahkan bisa kugunakan untuk membantu orang lain yang memang sedang susah. Saya memang belum punya pekerjaan tetap yang bisa saya andalkan sampai nanti karena saya masih pegawai kontrak, tapi saya benar-benar bersukur karena apa yang ada sekarang telah mewujudkan sebagian keinginanku yang dulu tidak bisa kulakukan dan disamping itu dengan apa yang saya kerjakan, sebagai pengajar, sekarang saya senang bisa menjadi manfaat buat orang lain. Namun saya merasa masih perlu belajar lebih banyak lagi, saya masih punya harapan-harapn yang belum terpenuhi. Salah satunya, saya ingin menyempurnakan agama saya dengan Menikah,menjadi seorang istri dan Ibu. Allah SWT Maha Tahu yang Baik untuk saya, Maha mendengar Doa-doa dan Maha Mengetahui waktu yang paling tepat untuk mendapatkan yang terbaik. Jika mungkin bukan tahun ini saya di pertemukan denagn “Teman hidup” saya yang telah ditakdirkan menjadi IMAMku, Berati DIA mempunyai Kejutan untukku suatu hari nanti. Mungkin saya harus mempersiapkan diri menjadi Makmum yang baik agar kelak ketika bertemu saya sudah siap mendampingi Imamku. Aku percaya; "Inamaa Amruhuu,idzaa araadha syai'an Ayyaquulalahuuu Kun!! Fa Yakun" ^_^

Selengkapnya...