MUDIK

Kamis, 16 Agustus 2012

Suasana Mudik begitu terasa sekali menjelang hari raya Idul Fitri yang puncaknya sampai pada malam Takbiran. Hampir semua stasiun TV swasta menampilkan sekilas info berita tentang arus Mudik dimana-mana. Pemandangan di Stasiun, pelabuhan dan Bandara menjadi sesak, sibuk, padat merayap. Para perantau di ibu kota berbondong-bondong hendak pulang ke kampung halaman; untuk beristirahat sejenak dari segala tuntutan rutinitas hidup yang sering menyita segala waktu juga moment-moment berharga bersama orang-orang terdekat, untuk melepas rindu pada sanak saudara, juga untuk berkangen-kangenan dengan kampung halaman. Biasanya, sebagian besar para pemudik selalu mempersiapkan apa saja sebelum pulang ke kampung halaman. Mulai dari oleh-oleh kecil sampai mempersiapkan angpau bagi sanak saudara yang mungkin lama sekali tak pernah dijumpai. Semakin menjelang hari Raya, semakin sepi pula kawasan disekitar rumahku. Satu-persatu penghuni rumahnya pamit untuk pulang kampung sekaligus menitipkan pesan agar kami tetangganya yang tidak pulang kampung bisa memantau kemanan rumahnya. Beberapa teman-temanku menyempatkan salam-salaman padaku sebelum mereka pulang kampung. Bahagia terlihat jelas diwajah mereka. Saya pun membatin dalam hati: “Seperti apa ya rasanya mudik?”
Selama ini saya tak pernah merasakan Mudik. Saya dan seluruh keluarga saya sudah lama berdomisili di Kota Makassar sejak saya pindah dari Timor Leste setelah memerdekakan diri dari Republik Indonesia. Dan Akhirnya, di bulan ramadhan kali ini saya tau bagaimana rasanya MUDIK karena tahun ini untuk pertama kalinya saya tinggal jauh dari Orang tua karena bekerja di Ternate. Sebelum puasa, saya sibuk mencari-cari tiket murah agar saya bisa menyisihkan sebagian uangku untuk membeli oleh-oleh buat keluarga di Makassar. Alhamdulillah, saya akhirnya mendapat tiket Pulang-Pergi dengan harga yang murah berkat seorang sahabat baik saya.Tiket sudah ditangan dan tinggal membelikan oleh-oleh buat mereka yang di Makassar. Setiap hari rasanya selalu tidak sabar menunggu lagi. Setiap hari selalu membayangkan Kota Daeng. Segala rencana disusun untuk mengisi hari-hariku bersama mereka yang selalu kurindukan di Makassar nanti. Beberapa teman dan juga sahabat menanyakan terus tanggal pasti kepulangankuke Makassar. Yah,,,, selama disini, selain rindu pada keluarga, saya juga amat sangat rindu pada mereka, teman dekat dan sahabat terbaikku. Banyak cerita yang ingin kubagi dengan mereka, banyak pula cerita yang ingin kudengar dari mereka. Semakin dekat hari pulang ke Makassar, suasana kantorku juga semakin legang. Teman kantorku yang notabenenya pendatang dari Jawa dan Makassar, sudah lebih dulu pulang dari pada saya. 

Hari yang di nanti-nanti pun tiba. Barang-barangku sudah siap semua. Di Perjalanan menuju Bandara, Hapeku terus bordering karena Telfon dari Bapak. Bapak, adalah orang yang selalu terlalu khawatir padaku dan terkadang memperlakukanku seperti anak kecil, begitulah cara dia menyayangiku. Berkali-kali Bapak menelfonku utnuk memastikan tidak ada yang ketinggalan dan mengingatkanku utnuk membeli cemilan sebelum naik Pesawat. Setelah check in, saya masuk ke ruang tunggu. Sambil menunggu pesawat, saya menyempatkan sms pada teman-temanku juga mengirim sms pamitan dengan seseorang yang saya panggil “Kakak”. Saya lupa, saya belum sempat berpamitan dengannya secara langsung di hari terakhir saya masuk kantor. Akhirnya pesawat yang ditunggu telah tiba. Meskipun berdesak-desakkan, dengan semangat saya mengangkat tas-tasku ke atas pesawat. Segera saya menon-aktifkan handphoneku ketika mendengar bahwa pesawatku akan segera terbang menuju Bandara Hasanuddin. Saya pun mengambil posisi duduk yang enak, sambil melihat ke jendela di sebelah kiriku , saya tersenyum sambil bersorak dalam hati: “Makassar, aku datang!!” Dan entah mengapa hati kecilku yang lain menyahut: Aku akan kembali lagi ke Ternate untuk melihat kembali senyum itu, senyuman seseorang yang telah membuat hatiku merah jambu …
Selengkapnya...